A. Definisi Pandemonium
Pandemonium
merupakan salah satu sistem atau metode dalam rekognisi pola (pattern recognition) yang menggunakan
analisis tampang (feature analysis).Sistem
ini merupakan salah satu cara untuk menggambarkan bagaimana terjadinya proses
rekognisi (pengenalan kembali) atas pola-pola yang diindera oleh manusia.Sistem
ini mengimajinasikan adanya serangkaian hantu (demon) yang berperan
menganalisispola-pola yang diindera. Masing-masing demon memiliki tugas yang
berbeda-beda ( Majorsy,2012)
Menurut
Oliver Selfridge (1959) pandemonium yaitu sebuah paradigma untuk belajar untuk
simposium pada mekanisasi proses pemikiran. Dimana pemerintah pusat menghipotesis bahwa surat-surat
diidentifikasi melalui fitur fitur komponen. Pendekatan ini di kembangkan
selama bertahun-tahun, tapi kunci untuk mendukungnya kurang lengkap. Penelitian
terbaru telah dimulai untuk memberikan bukti penting yang mendukung fitur-based. Surat persepsi ini
menggambarkan sifat dari fitur itu sendiri dan waktu perjalanan proses yang
terlibat. Para peneliti yang pertama kali mempelajari tentang human pattern recognition dalam cara yang
sistematis yang disebut Psikologi Gestalt dikarenakan keyakinan mereka bahwa
keseluruhan persepsi dari suatu objek (atau gestalt) adalah lebih besar
daripada jumlah dari bagian-bagian individual. Seorang psikolog kontemporer,
Anne Treisman, sangat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana orang-orang
mengenali pola-pola, bahkan hal duniawi, seperti papan reklame yang kita lihat
setiap hari di pinggir jalan. Jackson (1987) memperpanjang model Selfridge, modelnya
termasuk demon yang dapat menyebabkan tindakan di dunia eksternal (di luar
kotak pandemonium) dan dapat bertindak atas demon lainnya.
Berdasarkan pada teori integrasi fitur, kita terkadang
dapat memproses kesan pada papan reklame secara otomatis, dengan semua
bagian-bagian dalam layar yang diproses pada waktu yang sama. Pada waktu yang
berbeda kita memerlukan perhatian yang terfokus, dengan masing-masing item
dalam layar yang diproses satu per satu (Treisman, 1988; Treisman & Gelade,
1980). Teori integrasi fitur mencakup dua tahap pengolahan: preattentive processing dan focused
prosessing. Teori dari Treisman memperkirakan bahwa orang-orang harus fokus
pada perhatian mereka akan stimulus sebelum mereka dapat mensintesis
fitur-fitur tersebut ke dalam suatu pola. Sebuah fitur tunggal, bagaimanapun,
dapat diterima tanpa fokus tersebut. Antara lain, teori ini menyarankan bahwa
untuk mendapatkan efeksivitas yang maksimum, pengiklan seharusnya menjaga
jumlah fitur yang berada pada papan reklame mereka secara minimal.
Teori integrasi fitur menunjukkan bahwa orang-orang akan
mampu mendeteksi adanya satu fitur tanpa mengetahui dimana fitur itu akan
ditampilkan. Hasil prediksi yang tidak biasa ini merupakan tahap preattentive
prosessing dari Treisman. Selama tahap focused
prosessing, ketika orang-orang mencari suatu kombinasi dari dua atau
lebih fitur yang diintegrasikan, mereka akan menyadari dimana fitur itu berada
pada layar karena mereka memprosesnya dengan perhatian penuh. Dalam contoh
papan reklame itu, fitur yang harus mereka integrasikan lebih sedikit, hanya
sedikit perhatian yang mereka butuhkan untuk mengalokasikan pada layar.
B. JENIS-JENIS
DEMON & TUGASNYA
Menurut Majorsy (2012)
pandemonium dibagi beberapa jenis dan tugas-tugasnya adalah :
1. Image
Demon (ID)
Jenis
hantu yang pertama, memiliki tugas yang paling sederhana, yaitu mencatat
gambaran atau citra (image) sinyal eksternal.
2. Feature
Demon (FD)
Jenis
hantu yang kedua, bertugas menganalisa. Masing-masing demon melihat ciri-ciri
khusus pada pola, yaitu adanya garis-garis tertentu (misalnya: sudut, garis
vertikal, garis horizontal, kurva).
3. Cognitive
Demon (CD)
Jenis
hantu ketiga, yang bertugas mengamati respon-respon dari feature demon (FD),
bertanggung jawab mengenali pola. Setiap cognitive demon digunakan untuk
mengenali satu pola (misalnya : satu CD mengenali A; satu CD mengenali B; dll).
Bila suatu CD menemukan tampang (feature)
yang cocok, maka demon tersebut berteriak. Bila demon lain menemukan kecocokan
tampang (feature) yang lain, maka teriakan-teriakan menjadi lebih keras.
4. Decision
Demon (DD)
Jenis
hantu yang keempat, yaitu bertugas mendengarkan hasil pandemonium dari cognitive demon (CD), lalu decision demon (DD) memilih teriakan CD
yang berteriak paling keras sebagai pola yang paling besar kemungkinan
terjadinya.
4. KEMIRIPAN
ANTARA PANDEMONIUM DENGAN SKEMA TEMPLATE
Meskipun
pandemonium termasuk metode analisis tampang, namun skema pandemonium memiliki
kemiripan dengan skema template matching.
Persamaan :
♦ Menemukan kecocokan atau kesesuaian antara
tampang-tampang tertentu dengan item-item tertentu yang direkognisi.
♦ Pandemonium mengamati keseluruhan pola pada waktu
yang sama seperti halnya pada skema template.
Tiap-tiap CD secara
gradual belajar menginterpretasikan berbagai tampang dalam hubungannya dengan
pola-pola tertentu. Di sini sangat nyata bahwa pengaruh konteks sangat penting.
Implikasinya untuk skema pandemonium ditambahkan Contextual demonds yang menambahkan suara atau seruan untuk
pandemonium.
Sebagian besar
interpretasi terhadap data penginderaan lebih merupakan sumbangan dari
pengetahuan mengenai kemungkinan-kemungkinan yang ada pada sinyal tersebut, dan
sebagian kecil merupakan sumbangan dari informasi yang termuat didalam sinyal
itu sendiri. Informasi ekstra (pengetahuan mengenai kemungkinan-kemungkinan
yang ada pada sinyal) ini berasal dari konteks peristiwa-peristiwa yang
diindera. Konteks adalah situasi keseluruhan tempat melekatnya (yang
melatarbelakangi) sebuah pengalaman atau peristiwa.
5. EKSPERIMEN MILLER dalam PANDEMONIUM
Dalam
Eksperimen Miller (1962), ini
merupakan salah satu eksperimen yang menunjukkan efek konteks terhadap hasil
rekognisi sinyal. Dalam eksperimen ini, subjek diminta untuk mendengarkan
serangkaian kata-kata: socks, some,
brought, wet & who. Tiap-tiap
kata diucapkan dalam macam-macam bunyi sedemikian rupa sehingga hasilnya
tiap-tiap kata hanya dapat diidentifikasi sekitar 50% dalam waktu yang
disediakan. Pada kesempatan berikutnya, kata-kata tersebut disusun dalam urutan
yang memberikan makna : who, brought,
some wet, socks. Dan subjek diminta mengidentifikasi sekali lagi. Ketika
katakata tersebut diucapkan dalam urutan tata bahasa, kinerja kognisi subjek
meningkat secara dramatis. Dengan demikian petunjuk kontekstual dapat
meningkatkan rekognisi secara meyakinkan.
Kemampuan untuk
menggunakan konteks membuat sistem persepsi manusia lebih tinggi kemampuannya
(superior) dan lebih fleksibel daripada sistem kognisi pola eletronik yang ada
sejauh ini. Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana mekanisme penggunaan
informasi dari konteks. Namun demikian kita tahu bahwa konteks memainkan peran
yang sangat besar dalam persepsi kita.
Peran Konteks :
♣ Memberikan
aturan-aturan sepanjang penyusunan persepsi kita
♣ Membantu
memprediksi
♣ Memberikan
interpretasi yang rasional terhadap hal-hal yang kita persepsi
Khususnya dalam
rekognisi ataupun persepsi terhadap sinyal yang berupa bahasa, jika bahasa dibuat
efisien atau jika seseorang kurang dapat menggunakan informasi kontekstual
untuk memandu persepsinya, akhirnya komunikasi dapat menjadi proses yang
menyakitkan dan berbahaya.
6. PEMROSESAN
INFORMASI DATA DRIVEN & CONCEPTUALLY DRIVEN dalam PANDEMONIUM
Menurut Reynold & Flagg (1983), urutan
operasi pandemonium yang sudah digambarkan diatas merupakan pemrosesan
informasi yang memiliki ciri-ciri data-driven
yaitu pemrosesan informasi yang
diawali dari datangnya data penginderaan. Di dalam menganalisa informasi,
harapan dan pembentukan konsep individu terhadap informasi yang diterimanya
memainkan peran yang penting. Informasi yang berasal dari memori dikombinasikan
dengan informasi yang berasal dari penginderaan. Pemrosesan informasi yang diawali dengan pembentukan konsep atau harapan
individu disebut conceptually-driven. Baik pemrosesan data-driven
maupun conceptually-driven, dua-duanya diperlukan.
Hantu-Hantu
Spesialis (Specialist Demons)
Jawaban untuk masalah
kombinasi data-driven maupun conceptually-driven, kiranya perlu dituangkan
dalam model rekognisi pola dengan menggunakan demon seperti diatas. Kita
tambahkan hantu-hantu spesialis (specialist demons) untuk konteks,
harapan-harapan, kalimat-kalimat dan frasefrase. Kita tambahkan juga hantu
untuk sintaksis (pengetahuan tentang kalimat) dan sematik.
Seperti halnya
hantu-hantu yang bekerja dalam data-driven, hantu-hantu yang bekerja untuk
pemrosesan conceptualy-driven (yaitu hantu-hantu spesialis) bertugas meneliti
apakah data-data yang relevan muncul pada saat itu. Konsep baru yang penting
disini adalah : semua hantu (demon) harus dapat berkomunikasi satu sama lain.
Pada poin ini kita
memerlukan model yang berbeda dengan model lama, yaitu model yang memungkinkan
hantu-hantu tersebut berkomunikasi satu sama lain. Untuk itu kita buat
simbolisasi untuk pusat proses komunikasi dengan mengimajinasikan adanya papan
tulis yang dapat diakses oleh semua demon.
Tiap-tiap hantu
menatap papan, mengamati informasi yang akan dianalisis. Apabila informasi
relevan dengan spesialisasi hantu tertentu, maka hantu tersebut akan bekerja
dengan menuliskan informasi tersebut di papan tulis. Yang paling penting di
sini adalah bahwa ketika tiap-tiap demon menyelesaikan tugas khususnya, dia
menuliskan hasilnya di papan tulis untuk dianalisis oleh hantu lain.
Harus dicatat di sini
bahwa informasi penginderaan dituliskan di papan tulis seperti halnya
informasi-informasi lain. Dengan demikian tidak lagi diperlukan pembeda antara
data-driven dan conceptually-driven. Semuanya terjadi secara otomatis.
Papan Tulis
& Pengawas
Manusia memiliki
keterbatasan kapasitas pemrosesan; dan manusia tidak dapat menganalisa setiap
hal yang muncul dalam sistem penginderaan. Dalam konteks sistem hantu-hantu
spesialis, hal itu berarti terdapat keterbatasan mengenai apa yang dapat
dikerjakan.
Jelas terdapat dua
sumber keterbatasan di sini :
(a) setiap
hantu spesialis bekerja untuk satu set data dan tidak dapat serentak bekerja
untuk data yang lain;
(b) Ukuran
papan tulis cukup terbatas (catatan: papan tulis diartikan sebagai penyimpanan
informasi penginderaan atau memori jangka pendek yang memiliki keterbatasan
durasi dan kapasitas penyimpanan).
Untuk menghindari
terjadinya konflik antar hantu dan untuk menjamin adanya arah analisis (yang
tidak terarah → dihentikan), maka
diperlukan adanya pengawas (supervisor) yang memandu hantu-hantu ( demon- demon
) spesialis agar bekerja secara kooperatif. Tugas sistem ini adalah memberikan
interpretasi logis terhadap sinyal penginderaan yang baru muncul dengan
menggunakan seluruh sumber pengetahuan yang dapat diakses.
7. BAGAIMANA
MEMBANGUN KEKACAUAN dalam PANDEMONIUM
Studi tentang jenis
respon saraf yang dihasilkan oleh sinyal masuk tertentu, yang menunjukkan bahwa
sistem perseptual yang paling tinggi tingkat organismenya mengekstrakan
kekayaan data tentang fitur tertentu dalam citra visual. Beberapa neuron
individu bereaksi hanya pada keberadaan garis lurus pada bagian tertentu dari
gambar retina.
Beberapa neuron
individu bereaksi hanya terhadap keberadaan garis lurus pada bagian tertentu
dari gambar retina. Yang lain tampaknya paling sensitif terhadap bentuk
tertentu atau untuk memotong garis yang membentuk sudut ukuran tertentu. Pada
kenyataannya, informasi diperlukan untuk mengenali huruf berdasarkan skema
kekacauan.
Informasi dapat
diterapkan dengan prinsip yang sama dan hanya digunakan untuk membangun
template: hanya menghubungkan bersama sejumlah sel untuk membangun detektor
fitur yang lebih umum.
8. BAGAIMANA
PANDEMONIUM TERMOTIFASI “TERCAPAI” :
1. Ketika
segala sesuatu berjalan dengan baik.
2. Ini
akan menjadi buruk ketika sedang lemah/negatif.
3. Semakin
banyak aplikasi file masuk ke adalam otak kita, maka semakin kacau pikiran kita
dalam menyimpan, tapi jika sedikit aplikasi file yang masuk semakin baik kita
minyimpan file itu.
4. Tindakan
ini berpanguruh untuk memotivasi dan memfasilitasi pembelajaran.
9. URUTAN DEMON dalam TINDAKAN
1.
Meningkatkan kondisi perlu
dikoordinasikan dalam tahap urutan.
2. Tindakan
berurutan lebih mudah dicerna daripada tindakan tidak berurutan.
3. Informasi
yang baru lebih mudah ditangkap daripada informasi lampau.
4. Jika
aplikasi masuk secara berurutan dalam pikiran kita, maka akan menjadi lebih
mudah.
Daftar Pustaka
Selfridge, O. G. (1959). Pandemonium:
A Paradigm for Learning.
In: Proceedings
of the Symposium on Mechanisation of Thought Process : National Physics
Laboratory.
of the Symposium on Mechanisation of Thought Process : National Physics
Laboratory.
Jackson, J. V. (1987). Idea for a Mind Siggart Newsletter,
181:2326.
Franklin, S. (1995). Artificial Minds. Cambridge MA: MIT Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar