Senin, 10 Desember 2012

PANDEMONIUM


A.  Definisi Pandemonium
Pandemonium merupakan salah satu sistem atau metode dalam rekognisi pola (pattern recognition) yang menggunakan analisis tampang (feature analysis).Sistem ini merupakan salah satu cara untuk menggambarkan bagaimana terjadinya proses rekognisi (pengenalan kembali) atas pola-pola yang diindera oleh manusia.Sistem ini mengimajinasikan adanya serangkaian hantu (demon) yang berperan menganalisispola-pola yang diindera. Masing-masing demon memiliki tugas yang berbeda-beda ( Majorsy,2012)
Menurut Oliver Selfridge (1959) pandemonium yaitu sebuah paradigma untuk belajar untuk simposium pada mekanisasi proses pemikiran. Dimana pemerintah pusat menghipotesis bahwa surat-surat diidentifikasi melalui fitur fitur komponen. Pendekatan ini di kembangkan selama bertahun-tahun, tapi kunci untuk mendukungnya kurang lengkap. Penelitian terbaru telah dimulai untuk memberikan bukti penting yang mendukung fitur-based. Surat persepsi ini menggambarkan sifat dari fitur itu sendiri dan waktu perjalanan proses yang terlibat. Para peneliti yang pertama kali mempelajari tentang human pattern recognition dalam cara yang sistematis yang disebut Psikologi Gestalt dikarenakan keyakinan mereka bahwa keseluruhan persepsi dari suatu objek (atau gestalt) adalah lebih besar daripada jumlah dari bagian-bagian individual. Seorang psikolog kontemporer, Anne Treisman, sangat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana orang-orang mengenali pola-pola, bahkan hal duniawi, seperti papan reklame yang kita lihat setiap hari di pinggir jalan. Jackson (1987) memperpanjang model Selfridge, modelnya termasuk demon yang dapat menyebabkan tindakan di dunia eksternal (di luar kotak pandemonium) dan dapat bertindak atas demon lainnya.
Berdasarkan pada teori integrasi fitur, kita terkadang dapat memproses kesan pada papan reklame secara otomatis, dengan semua bagian-bagian dalam layar yang diproses pada waktu yang sama. Pada waktu yang berbeda kita memerlukan perhatian yang terfokus, dengan masing-masing item dalam layar yang diproses satu per satu (Treisman, 1988; Treisman & Gelade, 1980). Teori integrasi fitur mencakup dua tahap pengolahan: preattentive processing dan focused prosessing. Teori dari Treisman memperkirakan bahwa orang-orang harus fokus pada perhatian mereka akan stimulus sebelum mereka dapat mensintesis fitur-fitur tersebut ke dalam suatu pola. Sebuah fitur tunggal, bagaimanapun, dapat diterima tanpa fokus tersebut. Antara lain, teori ini menyarankan bahwa untuk mendapatkan efeksivitas yang maksimum, pengiklan seharusnya menjaga jumlah fitur yang berada pada papan reklame mereka secara minimal.
Teori integrasi fitur menunjukkan bahwa orang-orang akan mampu mendeteksi adanya satu fitur tanpa mengetahui dimana fitur itu akan ditampilkan. Hasil prediksi yang tidak biasa ini merupakan tahap preattentive prosessing dari Treisman. Selama tahap focused  prosessing, ketika orang-orang mencari suatu kombinasi dari dua atau lebih fitur yang diintegrasikan, mereka akan menyadari dimana fitur itu berada pada layar karena mereka memprosesnya dengan perhatian penuh. Dalam contoh papan reklame itu, fitur yang harus mereka integrasikan lebih sedikit, hanya sedikit perhatian yang mereka butuhkan untuk mengalokasikan pada layar.

B.  JENIS-JENIS DEMON & TUGASNYA
Menurut Majorsy (2012) pandemonium dibagi beberapa jenis dan tugas-tugasnya adalah :
1.     Image Demon (ID)
Jenis hantu yang pertama, memiliki tugas yang paling sederhana, yaitu mencatat gambaran atau citra (image) sinyal eksternal.
2.    Feature Demon (FD)
Jenis hantu yang kedua, bertugas menganalisa. Masing-masing demon melihat ciri-ciri khusus pada pola, yaitu adanya garis-garis tertentu (misalnya: sudut, garis vertikal, garis horizontal, kurva).
3.    Cognitive Demon (CD)
Jenis hantu ketiga, yang bertugas mengamati respon-respon dari feature demon (FD), bertanggung jawab mengenali pola. Setiap cognitive demon digunakan untuk mengenali satu pola (misalnya : satu CD mengenali A; satu CD mengenali B; dll). Bila suatu CD menemukan tampang (feature) yang cocok, maka demon tersebut berteriak. Bila demon lain menemukan kecocokan tampang (feature) yang lain, maka teriakan-teriakan menjadi lebih keras.

4.    Decision Demon (DD)
Jenis hantu yang keempat, yaitu bertugas mendengarkan hasil pandemonium dari cognitive demon (CD), lalu decision demon (DD) memilih teriakan CD yang berteriak paling keras sebagai pola yang paling besar kemungkinan terjadinya.

4.  KEMIRIPAN ANTARA PANDEMONIUM DENGAN SKEMA TEMPLATE
Meskipun pandemonium termasuk metode analisis tampang, namun skema pandemonium memiliki kemiripan dengan skema template matching.
Persamaan :
Menemukan kecocokan atau kesesuaian antara tampang-tampang tertentu dengan item-item tertentu yang direkognisi.
Pandemonium mengamati keseluruhan pola pada waktu yang sama seperti halnya pada skema template.
Tiap-tiap CD secara gradual belajar menginterpretasikan berbagai tampang dalam hubungannya dengan pola-pola tertentu. Di sini sangat nyata bahwa pengaruh konteks sangat penting. Implikasinya untuk skema pandemonium ditambahkan Contextual demonds yang menambahkan suara atau seruan untuk pandemonium.
Sebagian besar interpretasi terhadap data penginderaan lebih merupakan sumbangan dari pengetahuan mengenai kemungkinan-kemungkinan yang ada pada sinyal tersebut, dan sebagian kecil merupakan sumbangan dari informasi yang termuat didalam sinyal itu sendiri. Informasi ekstra (pengetahuan mengenai kemungkinan-kemungkinan yang ada pada sinyal) ini berasal dari konteks peristiwa-peristiwa yang diindera. Konteks adalah situasi keseluruhan tempat melekatnya (yang melatarbelakangi) sebuah pengalaman atau peristiwa.

5.   EKSPERIMEN MILLER dalam PANDEMONIUM
Dalam Eksperimen Miller (1962), ini merupakan salah satu eksperimen yang menunjukkan efek konteks terhadap hasil rekognisi sinyal. Dalam eksperimen ini, subjek diminta untuk mendengarkan serangkaian kata-kata: socks, some, brought, wet & who. Tiap-tiap kata diucapkan dalam macam-macam bunyi sedemikian rupa sehingga hasilnya tiap-tiap kata hanya dapat diidentifikasi sekitar 50% dalam waktu yang disediakan. Pada kesempatan berikutnya, kata-kata tersebut disusun dalam urutan yang memberikan makna : who, brought, some wet, socks. Dan subjek diminta mengidentifikasi sekali lagi. Ketika katakata tersebut diucapkan dalam urutan tata bahasa, kinerja kognisi subjek meningkat secara dramatis. Dengan demikian petunjuk kontekstual dapat meningkatkan rekognisi secara meyakinkan.
Kemampuan untuk menggunakan konteks membuat sistem persepsi manusia lebih tinggi kemampuannya (superior) dan lebih fleksibel daripada sistem kognisi pola eletronik yang ada sejauh ini. Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana mekanisme penggunaan informasi dari konteks. Namun demikian kita tahu bahwa konteks memainkan peran yang sangat besar dalam persepsi kita.

Peran Konteks :
Memberikan aturan-aturan sepanjang penyusunan persepsi kita
Membantu memprediksi
Memberikan interpretasi yang rasional terhadap hal-hal yang kita persepsi
Khususnya dalam rekognisi ataupun persepsi terhadap sinyal yang berupa bahasa, jika bahasa dibuat efisien atau jika seseorang kurang dapat menggunakan informasi kontekstual untuk memandu persepsinya, akhirnya komunikasi dapat menjadi proses yang menyakitkan dan berbahaya.

6.  PEMROSESAN INFORMASI DATA DRIVEN & CONCEPTUALLY DRIVEN dalam PANDEMONIUM
Menurut Reynold & Flagg (1983), urutan operasi pandemonium yang sudah digambarkan diatas merupakan pemrosesan informasi yang memiliki ciri-ciri data-driven yaitu pemrosesan informasi yang diawali dari datangnya data penginderaan. Di dalam menganalisa informasi, harapan dan pembentukan konsep individu terhadap informasi yang diterimanya memainkan peran yang penting. Informasi yang berasal dari memori dikombinasikan dengan informasi yang berasal dari penginderaan. Pemrosesan informasi yang diawali dengan pembentukan konsep atau harapan individu disebut conceptually-driven. Baik pemrosesan data-driven maupun conceptually-driven, dua-duanya diperlukan.

Hantu-Hantu Spesialis (Specialist Demons)
Jawaban untuk masalah kombinasi data-driven maupun conceptually-driven, kiranya perlu dituangkan dalam model rekognisi pola dengan menggunakan demon seperti diatas. Kita tambahkan hantu-hantu spesialis (specialist demons) untuk konteks, harapan-harapan, kalimat-kalimat dan frasefrase. Kita tambahkan juga hantu untuk sintaksis (pengetahuan tentang kalimat) dan sematik.
Seperti halnya hantu-hantu yang bekerja dalam data-driven, hantu-hantu yang bekerja untuk pemrosesan conceptualy-driven (yaitu hantu-hantu spesialis) bertugas meneliti apakah data-data yang relevan muncul pada saat itu. Konsep baru yang penting disini adalah : semua hantu (demon) harus dapat berkomunikasi satu sama lain.
Pada poin ini kita memerlukan model yang berbeda dengan model lama, yaitu model yang memungkinkan hantu-hantu tersebut berkomunikasi satu sama lain. Untuk itu kita buat simbolisasi untuk pusat proses komunikasi dengan mengimajinasikan adanya papan tulis yang dapat diakses oleh semua demon.
Tiap-tiap hantu menatap papan, mengamati informasi yang akan dianalisis. Apabila informasi relevan dengan spesialisasi hantu tertentu, maka hantu tersebut akan bekerja dengan menuliskan informasi tersebut di papan tulis. Yang paling penting di sini adalah bahwa ketika tiap-tiap demon menyelesaikan tugas khususnya, dia menuliskan hasilnya di papan tulis untuk dianalisis oleh hantu lain.
Harus dicatat di sini bahwa informasi penginderaan dituliskan di papan tulis seperti halnya informasi-informasi lain. Dengan demikian tidak lagi diperlukan pembeda antara data-driven dan conceptually-driven. Semuanya terjadi secara otomatis.

Papan Tulis & Pengawas
Manusia memiliki keterbatasan kapasitas pemrosesan; dan manusia tidak dapat menganalisa setiap hal yang muncul dalam sistem penginderaan. Dalam konteks sistem hantu-hantu spesialis, hal itu berarti terdapat keterbatasan mengenai apa yang dapat dikerjakan.
Jelas terdapat dua sumber keterbatasan di sini :
(a)  setiap hantu spesialis bekerja untuk satu set data dan tidak dapat serentak bekerja untuk data yang lain;
(b) Ukuran papan tulis cukup terbatas (catatan: papan tulis diartikan sebagai penyimpanan informasi penginderaan atau memori jangka pendek yang memiliki keterbatasan durasi dan kapasitas penyimpanan).

Untuk menghindari terjadinya konflik antar hantu dan untuk menjamin adanya arah analisis (yang tidak terarah dihentikan), maka diperlukan adanya pengawas (supervisor) yang memandu hantu-hantu ( demon- demon ) spesialis agar bekerja secara kooperatif. Tugas sistem ini adalah memberikan interpretasi logis terhadap sinyal penginderaan yang baru muncul dengan menggunakan seluruh sumber pengetahuan yang dapat diakses.

7.   BAGAIMANA MEMBANGUN KEKACAUAN dalam PANDEMONIUM
Studi tentang jenis respon saraf yang dihasilkan oleh sinyal masuk tertentu, yang menunjukkan bahwa sistem perseptual yang paling tinggi tingkat organismenya mengekstrakan kekayaan data tentang fitur tertentu dalam citra visual. Beberapa neuron individu bereaksi hanya pada keberadaan garis lurus pada bagian tertentu dari gambar retina.
Beberapa neuron individu bereaksi hanya terhadap keberadaan garis lurus pada bagian tertentu dari gambar retina. Yang lain tampaknya paling sensitif terhadap bentuk tertentu atau untuk memotong garis yang membentuk sudut ukuran tertentu. Pada kenyataannya, informasi diperlukan untuk mengenali huruf berdasarkan skema kekacauan.
Informasi dapat diterapkan dengan prinsip yang sama dan hanya digunakan untuk membangun template: hanya menghubungkan bersama sejumlah sel untuk membangun detektor fitur yang lebih umum.

8.  BAGAIMANA PANDEMONIUM TERMOTIFASI “TERCAPAI” :
1.     Ketika segala sesuatu berjalan dengan baik.
2.    Ini akan menjadi buruk ketika sedang lemah/negatif.
3.    Semakin banyak aplikasi file masuk ke adalam otak kita, maka semakin kacau pikiran kita dalam menyimpan, tapi jika sedikit aplikasi file yang masuk semakin baik kita minyimpan file itu.
4.    Tindakan ini berpanguruh untuk memotivasi dan memfasilitasi pembelajaran.

9.   URUTAN DEMON dalam TINDAKAN
1.   Meningkatkan kondisi perlu dikoordinasikan  dalam tahap urutan.
2.  Tindakan berurutan lebih mudah dicerna daripada tindakan tidak berurutan.
3.  Informasi yang baru lebih mudah ditangkap daripada informasi lampau.
4.  Jika aplikasi masuk secara berurutan dalam pikiran kita, maka akan menjadi lebih mudah.

Daftar Pustaka
Selfridge, O. G. (1959). Pandemonium: A Paradigm for Learning. In: Proceedings
         
of the Symposium on Mechanisation of Thought Process : National Physics
         
Laboratory.
Jackson, J. V. (1987). Idea for a Mind Siggart Newsletter, 181:2326.
Franklin, S. (1995). Artificial Minds. Cambridge MA: MIT Press.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar