PENDAHULUAN
. Dalam banyak teori yang
ada dalam disiplin ilmu psikologi tidak pernah luput dari yang namanya kontraversi
dan semua itu adalah sebuah dinamika yang sangat patut di tiru karena selain
memiliki kelebihan pada teori yang ada dan kontraversi tersebut melahirkan
teori baru dan makin mengisi khazanah keilmuan dalam psikologi itu sendiri pembahasan
yang luas dalam ilmu psikologi tidak akan muat jika di bicarakan dalam makalah
ini namun dengan mengambil salah satu keilmuan yang ada dari “belantara ilmu”
psikologi maka aspek kesehatan mental dan bagaimana pandangan para tokoh
tentang apa yang di namakan sehat secara mental secara keseluruhan maka kita mengambil
dua tokoh ternama yang mengkaji kesehatan mental dengan pandangan aliran
Humanistik
Beberapa psikolog pada
waktu yang sama tidak menyukai uraian aliran psikodinamika dan behaviouristik
tentang kepribadian. Mereka merasa bahwa teori-teori ini mengabaikan kualitas
yang menjadikan manusia itu berbeda dari binatang, seperti misalnya
mengupayakan dengan keras untuk menguasai diri dan merealisasi diri. Di tahun
1950-an, beberapa psikolog aliran ini mendirikan sekolah psikologi yang disebut
dengan humanisme.
Psikolog humanistik
mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan
mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang
sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir
secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta
dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia
bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan
kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Abraham Maslow yang sangat
terkenal dengan teori humanistik.
ISI
Teori
Kepribadian Sehat Menurut Abraham Maslow
A.Individu
sebagai Kesatuan Terpadu
Sebelum menguraikan teori
tentang Hirarki Kebutuhan, Maslow dalam karya masyhurnya, Motivation and Personality, memaparkan terlebih dahulu sejumlah
proposisi yang harus diperhatikan sebelum seseorang menyusun sebuah teori
motivasi yang sehat. Maslow mengakui sendiri bahwa sejumlah proposisi sangat
benar dalam arti dapat diterima oleh banyak kalangan. Sejumlah proposisi lain
barangkali kurang dapat diterima dan dapat diperdebatkan. Hal ini mencerminkan
kelegowoan Maslow untuk tidak begitu saja memutlakkan teorinya. Berhubung teori
ini berkenaan dengan manusia yang dinamis multidimensional, lumrah kiranya
bahwa pandangan tertentu kurang universal. Berikut ini sejumlah proposisi awal
untuk memahami jalan pikiran Maslow.
Maslow pertama-tama
menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi.
Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang
kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian.
Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang
melakukan eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat.
B.Hirarki
Kebutuhan
Maslow mengembangkan
teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya
sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda.
Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi
mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha
memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia
menjadi sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang
dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan
kebutuhan jasmani lainnya.
2. Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara
lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
3. Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan
rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
4. Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor
penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor
eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup
hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja
menurut kemampuannya.
Maslow menyebut teori
Hirarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan teori yang
holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan teorinya dengan
mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang dipadu dengan unsur-unsur
kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt, dan dengan dinamisme
Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler.
Identifikasi
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis
adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya
secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks,
tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga
diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang
yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain
kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya
telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera
kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan
mendominasi perilaku manusia.
Tak teragukan lagi bahwa
kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini
berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya
dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar
ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain,
seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi
oleh kebutuhan-kebutuhan ini.
Identifikasi
Kebutuhan Rasa Aman
Segera setelah kebutuhan
dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan
akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan
akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan;
kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya.
Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak
membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak
menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal
itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang
yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta
akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak
diharapkan.
Identifikasi
Kebutuhan Sosial
Setelah terpuaskan
kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan
rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi
motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah
sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri,
suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih
dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di
tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan
mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa
bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan
cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia
akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan,
tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Identifikasi
Kebutuhan akan Penghargaan
Menurut Maslow, semua
orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai
kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai
dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga
diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan
penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup
kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan,
prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua
(eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan,
penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama
baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan
demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang
kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus
asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat
kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang
menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus
nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah
terpuaskan.
Identifikasi
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Menurut Maslow, setiap
orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh,
berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai aktualisasi
diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi
diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki.
Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan
cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan akan
aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow.
Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak
prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul
gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis
dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal
tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow
yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri
diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah
perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan
perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima.
Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan mendapat sorotan lebih luas
dan dalam sebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori.
Ciri-ciri
Pribadi Aktualisasi Diri
Dari hasil penelitian
yang merupakan proses analisis panjang, Maslow akhirnya mengidentifikasikan 19
karakteristik pribadi yang sampai pada tingkat aktualisasi diri.
1. Persepsi yang jelas tentang hidup
(realitas), termasuk kemampuan untuk mendeteksi kepalsuan dan menilai karakter seseorang
dengan baik. Berkat persepsi yang tajam, mereka lebih tegas dan jitu dalam
memprediksikan peristiwa yang bakal terjadi. Mereka lebih mampu melihat dan
menembus realitas-realitas yang tersembunyi dalam aneka peristiwa; lebih peka
melihat hikmah dari berbagai masalah.
2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya
dan bukan berdasarkan keinginan mereka. Mereka lebih obyektif dan tidak
emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan membiarkan harapan-harapan
dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan mereka. Sebaliknya kebanyakan
orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka dengar dari
orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.
3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi.
Mereka lebih peka terhadap inner life yang kaya dan tidak konvensional, serta
memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang baru dan menghargai
keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka tidak merasa perlu
menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku yang
dibuat-buat. Pribadi teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni,
musik, dan masalah-masalah politik dan filsafat.
4. Keterpusatan-pada-masalah. Mereka amat
konsisten dan menaruh perhatian pada pertanyaan dan tantangan dari luar diri,
memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga menghasilkan integritas,
ketidakpicikan, dan tekun introspeksi. Mereka mempunyai komitmen yang jelas
pada tugas yang harus mereka kerjakan dan mampu melupakan diri sendiri, dalam
arti mampu membaktikan diri pada pekerjaan, tugas, atau panggilan yang mereka
anggap penting.
5. Merindukan kesunyian. Selain mencari
kesunyian yang menghasilkan ketenteraman batin, mereka juga dapat menikmatinya.
6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun
sekaligus menyukai orang lain. Mereka punya keinginan yang sehat akan
keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik (yang serba rahasia
dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom, karena mereka
menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah paradoksnya:
mereka adalah orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam masyarakat.
Bila mereka menaati suatu aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada
pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari pemenuhan aturan yang
bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.
7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang
disebut “pengalaman puncak” (peak
experience); saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik,
saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau
ekstase. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara
luar biasa. Kadang-kadang kemampuan ini membuat mereka seolah linglung. Tidak
jarang mereka mengalami flow dalam kegiatan yang mereka lakukan.
8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia
yang disertai dengan semangat yang tulus untuk membantu sesama.
9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan
menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin bahwa dalam banyak hal mereka
harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka mampu untuk mendengarkan
orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini lahir dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri
sendiri. Sama seperti anak-anak, mereka mampu mendengarkan orang lain tanpa
apriori atau penilaian sebelumnya. Maslow menyebut keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”; pengamatan yang pasif dan
reseptif.
10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang
apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi mereka, pertentangan antara yang
baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan
memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.
11. Selera humor yang baik. Mereka tidak
tertarik pada berbagai lelucon yang melukai atau menyiratkan inferioritas yang
membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih menyukai humor yang
filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam logika kata-kata.
Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-kelemahan alamiah
orang lain. Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran, penipuan,
kebohongan, kekejaman, dan kemunafikan.
12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan
menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan dengan fleksibelitas, tidak takut
membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah kesalahan, dan
keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi
karena cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara
segar tanpa prasangka. Menurut Maslow, hampir setiap anak mampu membuat lagu,
sajak, tarian, lakon, atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau
didahului oleh maksud tertentu sebelumnya. Demikian jugalah kira-kira
kreativitas orang yang teraktualisasi diri.
13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat
atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan potensi diri mereka sendiri.
Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak sampai tergantung pada
penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak mendewakan kemasyhuran dan
ketenaran kosong.
14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga
mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah, iri dan lain-lain. Namun perasaan
itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis. Mereka lebih dekat
dengan cara pikir positif. Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang bisa
meledakkan amarah pula; bosan dengan obrolan basa-basi , omong-kosong, dan
hiruk-pikuk suasana pesta.
15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang
jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan mana yang lebih penting dan harus
diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik dirinya rendah. Mereka memiliki
lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif daripada menghabiskan
waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka, pertentangan antara yang
baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan
memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan dengan tulus
mengikutinya. Bagi orang-orang ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang
ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai
mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang
dikatakan orang lain kepada mereka.
16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka
mampu melihat hal-hal di luar batasan kebudayaan dan zaman. Maslow menyebut
mereka mempunyai apa yang disebut “kemerdekaan psikologis”. Hal itu tercermin
dari keputusan-keputusan mereka yang terkadang “melawan arus” pendapat khalayak
ramai. Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan
dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil seperti sopan-santun, bahasa, dan
pakaian, makanan, dan sebagainya tidak dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut
hal-hal yang dirasa melawan prinsip-prinsip dasar, mereka dapat bersikap bebas
mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.
17. Mereka cenderung mencari persahabatan
dengan orang yang memiliki karakter yang sama, seperti jujur, tulus hati, baik
hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri superfisial seperti kelas
sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini mereka tidak
merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang kepribadiannya, mereka
makin tidak peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan montok, dan
sebagainya. Sebaliknya mereka amat menjunjung tinggi soal kecocokan, kebaikan,
ketulusan, dan kejujuran.
18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang
teraktualisasi diri cenderung membina hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan
berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi yang sehat, perkawinan yang terbina
memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan kepercayaan dan harga diri,
saling memberikan manfaat.
19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar
dalam menuntut atau menerima perubahan yang perlu secara tertib. Sementara
kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap sangat praktis atau sangat
teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap praktis
sekaligus teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha
mencintai dunia apa adanya, dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada
seraya berupaya memperbaikinya.
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, pada tahun 1950-an,
beberapa psikolog aliran ini mendirikan sekolah psikologi yang disebut dengan
humanisme.
Psikolog humanistik
mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan
mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang
sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir
secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta
dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia
bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan
kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Abraham Maslow yang sangat
terkenal dengan teori humanistik.
Maslow pertama-tama
menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi.
Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang
kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian.
Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang melakukan
eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat.
Daftar
Pustaka
Suryabrata, Sumadi.2003.Psikologi Kepribadian.Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada.
Sunarto &
Hartono, B. Agung. (1995). Perkembangan peserta didik. Jakarta:
Rineka Cipta Wahjosumidjo.