Kamis, 10 Januari 2013

Pengaruh antara Komputer dengan Psikologi


TUGAS SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI

(Perilaku Agresif yang ditimbulkan remaja yang bermain Game Online)


Gdarma_2

Disusun oleh :

ARDELLA YUNDHALISNA
14509825
4PA03



FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013

           I.            PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Saat ini, kemajuan sudah pesat dalam perkembangan teknologi di kalangan masyarakat. Dalam kehidupan kitapun tidak dapat lepas dari yang namanya teknologi, begitu juga dengan perkembangan komputer yang ada. Dimanapun kita berada pasti membutuhkan komputer untuk mempermudah kita dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Dari pekerja kantoran hingga anak sekolah sekarang menggunakan komputer disetiap menyelesaikan tugasnya masing-masing.
Perkembangannya sekarangpun sudah lebih beragam. Komputer banyak sekali manfaatnya untuk kehidupan manusia. Komputer juga banyak dikembangkan lebih modern agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang beragam pula. Sama halnya dengan Psikologi, didalam kita mengolah suatu data didalam komputer pasti ada kaitannya dengan Psikologi. Disini akan membahas sekilas mengenai pengaruh antara Komputer dan Psikologi.

            II.            LANDASAN TEORI

A.     Perilaku Agresif

1.        Pengertian Perilaku Agresif
Agresi adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain (Sarwono, 1997). Agresi adalah permusuhan, bisa berupa serangan nyata, dorongan, dan desak-desakkan disekitar orang lain (Heidinrich, 1980). Agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental (Berkowitz, 1995).
Menurut Myers (dalam Sarwono, 2002) perilaku agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Menurut Chaplin (2001) bahwa agresi adalah sebagai satu serangan atau serbuan, tindakan permusuhan ditujukan pada seseorang atau benda.

B.      Game Online

1.        Pengertian Game Online
Menurut Henry (dalam Yovanka, 2008) Game Online merupakan sebuah game yang pada awalnya dimainkan beramai-ramai bahkan nyaris tidak terhitung, dengan system multipemain yang diterapkan secara besar-besaran untuk jumlah pemain game online.
Menurut Yuniarsa (2010) Game online adalah permainan yang berbasis elektronik dan visual. Game online dimainkan dengan memanfaatkan media visual elektronik yang biasanya menyebabkan radiasi pada mata, sehingga mata pun lelah dan biasanya diiringi dengan sakit kepala.

C.      Remaja

1.        Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adoloscere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1995).


D.     Pembahasan

Perkembangan teknologi yang banyak manfaatnya juga terdapat berbagai macam kegunaannya, salah satunya bermain game online. Remaja saat ini hampir tidak dapat lepas dari game online. Game online sudah menjadi hal yang biasa. Banyak remaja yang bahkan menghabiskan waktunya untuk  bermain game online. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa remaja yang bermain game online akan membawa dampak positif maupun negatif, serta tidak jarang pula jika remaja yang bermain game online cenderung akan berperilaku agresif. Sekarang ini banyak game online yang berjenis First Person Shooter (FPS), sesuai judulnya game ini mengambil pandangan orang pertama pada gamenya sehingga seolah-olah kita sendiri yang berada dalam game tersebut, kebanyakan game ini mengambil setting peperangan dengan senjata-senjata militer (di Indonesia game jenis ini sering disebut game tembak-tembakan). Dari permainan jenis ini dapat merangsang para remaja untuk berperilaku agresif seperti permainan yang dimainkannya.

E.      Dampak

1.      Dampak Positif Game Online
Dampak positif dalam bermain game online ini yaitu dampak yang bisa dibilang memberi manfaat/pengaruh baik bagi penggunanya. Dampak positif Game Online bisa seperti berikut:
a)   Hiburan
Dengan memanfaatkan sebuah permainan bisa untuk mencoba mengurangi stres akibat aktivitas yang telah kita lalui / untuk menghilangkan kebosanan.
b)  Bisa untuk ajang melatih konsentrasi
(misal dalam game game action, dibutuhkan konsentrasi saat menembak, sembunyi ataupun lari). Tentunya game yang baik.
c)   Ajang menambah kawan
Dengan bermain game online (game online yang berhubungan dengan user lainnya) bisa menambah teman di dunia maya.
2.      Dampak Negatif Game Online
Dampak yang kurang baik bagi para pengguna game online tersebut. Seperti:
a)    Tidak Kenal Waktu / Lupa Waktu
Kebanyakan dari para gamer yang sudah hobi dalam memainkan game game online yang ada sering kelupaan waktu untuk rutinitas kegiatan lainnya.
b)   Pemborosan
Biasa nya para gamer membuang begitu saja uang nya untuk bermain game online, hal ini yang membuat pemborosan.
c)    Lupa Kewajiban
Ini mungkin masih berkaitan dengan no 1. Sepertinya kebanyakan dari pemain game online ini masih kisaran anak – anak sampai remaja (pelajar), (walaupun ada juga sih orang dewasa – orang tua juga yg memainkan game online ini). Kewajiban para pelajar yaitu belajar. Dengan keseringan, dampak buruk nya yaitu waktu belajar semakin berkurang. Selain itu kita juga mempunyai kewajiban terhadap Agama. Dan kewajiban lainnya yang patutnya di laksanakan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa dampak positif dari bermain game online dan dampak negatif dari game online.

                                           III.            KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh komputer dan psikologi sangat berperan penting didalam perilaku agresif remaja. Banyak remaja yang terjebak didalam situasi ini, remaja banyak juga yang tidak dapat mengendalikan emosinya dalam kehidupan sehari-hari. Remaja yang bermain game online tipe tersebut, secara tidak langsung memancing para remaja untuk berperilaku agresif seperti permainan yang dimainkannya. Remaja juga harus pintar dalam memilih permainannya, karena didalam game online banyak sekali jenis-jenis game online yang beredar sekarang ini.

                            IV.            SARAN

Maka kita sebaiknya dapat memanfaatkan perkembangan teknologi komputer dengan sebaik-baiknya, jangan sampai kita terbawa oleh dampak yang buruk, karena itu akan merugikan kita sendiri. Hendaknya kita dapat pintar-pintar memanfaatkan perkembangan teknologi dengan beberapa dampak positif yang telah disebutkan diatas dan hal positif lainnya.


                                                 V.            DAFTAR PUSTAKA

Berkowitz, L. (1995). Agresi dan akibatnya. Jakarta: PT.Eresco.
Chaplin, J .P. (2001). Kamus lengkap bahasa indonesia. Penerjemah: Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Indonesia.
Hurlock, E.B. (1995).Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga
Heidinreich, C. (1980). Dictionary of personality. Kendal Hunt Publishing Co: Lowa.
Sarwono, S. W. (1997).Psikologi sosial. Jakarta: PT. Balai Pustaka.
Sarwono, S. W. (2002). Psikologi sosial: individu dan teori psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Yovanka, L. A. (2008). Dampak bermain game online terhadap motivasi belajar bidang akademik pada mahasiswa, Skripsi (tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Yuniarsa, M. F. A. (2010). Pengertian game online. http://my.opera.com/mfahrul/blog/show.dml/10712381. Tanggal Akses 9 Januari 2013



Rabu, 09 Januari 2013

Psikologi Kepribadian (Maslow)


PENDAHULUAN

. Dalam banyak teori yang ada dalam disiplin ilmu psikologi tidak pernah luput dari yang namanya kontraversi dan semua itu adalah sebuah dinamika yang sangat patut di tiru karena selain memiliki kelebihan pada teori yang ada dan kontraversi tersebut melahirkan teori baru dan makin mengisi khazanah keilmuan dalam psikologi itu sendiri pembahasan yang luas dalam ilmu psikologi tidak akan muat jika di bicarakan dalam makalah ini namun dengan mengambil salah satu keilmuan yang ada dari “belantara ilmu” psikologi maka aspek kesehatan mental dan bagaimana pandangan para tokoh tentang apa yang di namakan sehat secara mental secara keseluruhan maka kita mengambil dua tokoh ternama yang mengkaji kesehatan mental dengan pandangan aliran Humanistik
Beberapa psikolog pada waktu yang sama tidak menyukai uraian aliran psikodinamika dan behaviouristik tentang kepribadian. Mereka merasa bahwa teori-teori ini mengabaikan kualitas yang menjadikan manusia itu berbeda dari binatang, seperti misalnya mengupayakan dengan keras untuk menguasai diri dan merealisasi diri. Di tahun 1950-an, beberapa psikolog aliran ini mendirikan sekolah psikologi yang disebut dengan humanisme.
Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Abraham Maslow yang sangat terkenal dengan teori humanistik.
ISI

Teori Kepribadian Sehat Menurut Abraham Maslow
A.Individu sebagai Kesatuan Terpadu

Sebelum menguraikan teori tentang Hirarki Kebutuhan, Maslow dalam karya masyhurnya, Motivation and Personality, memaparkan terlebih dahulu sejumlah proposisi yang harus diperhatikan sebelum seseorang menyusun sebuah teori motivasi yang sehat. Maslow mengakui sendiri bahwa sejumlah proposisi sangat benar dalam arti dapat diterima oleh banyak kalangan. Sejumlah proposisi lain barangkali kurang dapat diterima dan dapat diperdebatkan. Hal ini mencerminkan kelegowoan Maslow untuk tidak begitu saja memutlakkan teorinya. Berhubung teori ini berkenaan dengan manusia yang dinamis multidimensional, lumrah kiranya bahwa pandangan tertentu kurang universal. Berikut ini sejumlah proposisi awal untuk memahami jalan pikiran Maslow.
Maslow pertama-tama menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi. Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian. Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang melakukan eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat.

B.Hirarki Kebutuhan

Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
2. Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
3. Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
4. Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Maslow menyebut teori Hirarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt, dan dengan dinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler.

Identifikasi Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.
Tak teragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.

Identifikasi Kebutuhan Rasa Aman
Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.

Identifikasi Kebutuhan Sosial
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.

Identifikasi Kebutuhan akan Penghargaan
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.

Identifikasi Kebutuhan Aktualisasi Diri
Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima. Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan mendapat sorotan lebih luas dan dalam sebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori.

Ciri-ciri Pribadi Aktualisasi Diri
Dari hasil penelitian yang merupakan proses analisis panjang, Maslow akhirnya mengidentifikasikan 19 karakteristik pribadi yang sampai pada tingkat aktualisasi diri.
1. Persepsi yang jelas tentang hidup (realitas), termasuk kemampuan untuk mendeteksi kepalsuan dan menilai karakter seseorang dengan baik. Berkat persepsi yang tajam, mereka lebih tegas dan jitu dalam memprediksikan peristiwa yang bakal terjadi. Mereka lebih mampu melihat dan menembus realitas-realitas yang tersembunyi dalam aneka peristiwa; lebih peka melihat hikmah dari berbagai masalah.

2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan berdasarkan keinginan mereka. Mereka lebih obyektif dan tidak emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan mereka. Sebaliknya kebanyakan orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka dengar dari orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.

3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi. Mereka lebih peka terhadap inner life yang kaya dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang baru dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka tidak merasa perlu menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku yang dibuat-buat. Pribadi teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni, musik, dan masalah-masalah politik dan filsafat.

4. Keterpusatan-pada-masalah. Mereka amat konsisten dan menaruh perhatian pada pertanyaan dan tantangan dari luar diri, memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga menghasilkan integritas, ketidakpicikan, dan tekun introspeksi. Mereka mempunyai komitmen yang jelas pada tugas yang harus mereka kerjakan dan mampu melupakan diri sendiri, dalam arti mampu membaktikan diri pada pekerjaan, tugas, atau panggilan yang mereka anggap penting.

5. Merindukan kesunyian. Selain mencari kesunyian yang menghasilkan ketenteraman batin, mereka juga dapat menikmatinya.

6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun sekaligus menyukai orang lain. Mereka punya keinginan yang sehat akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik (yang serba rahasia dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom, karena mereka menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah paradoksnya: mereka adalah orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam masyarakat. Bila mereka menaati suatu aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari pemenuhan aturan yang bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.

7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut “pengalaman puncak” (peak experience); saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau ekstase. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara luar biasa. Kadang-kadang kemampuan ini membuat mereka seolah linglung. Tidak jarang mereka mengalami flow dalam kegiatan yang mereka lakukan.

8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai dengan semangat yang tulus untuk membantu sesama.

9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin bahwa dalam banyak hal mereka harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka mampu untuk mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini lahir dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Sama seperti anak-anak, mereka mampu mendengarkan orang lain tanpa apriori atau penilaian sebelumnya. Maslow menyebut keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”; pengamatan yang pasif dan reseptif.

10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.

11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada berbagai lelucon yang melukai atau menyiratkan inferioritas yang membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih menyukai humor yang filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam logika kata-kata. Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-kelemahan alamiah orang lain. Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran, penipuan, kebohongan, kekejaman, dan kemunafikan.

12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan dengan fleksibelitas, tidak takut membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah kesalahan, dan keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi karena cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara segar tanpa prasangka. Menurut Maslow, hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak, tarian, lakon, atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh maksud tertentu sebelumnya. Demikian jugalah kira-kira kreativitas orang yang teraktualisasi diri.

13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan potensi diri mereka sendiri. Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak sampai tergantung pada penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak mendewakan kemasyhuran dan ketenaran kosong.

14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah, iri dan lain-lain. Namun perasaan itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis. Mereka lebih dekat dengan cara pikir positif. Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang bisa meledakkan amarah pula; bosan dengan obrolan basa-basi , omong-kosong, dan hiruk-pikuk suasana pesta.
         
15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik dirinya rendah. Mereka memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif daripada menghabiskan waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan dengan tulus mengikutinya. Bagi orang-orang ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka.

16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat hal-hal di luar batasan kebudayaan dan zaman. Maslow menyebut mereka mempunyai apa yang disebut “kemerdekaan psikologis”. Hal itu tercermin dari keputusan-keputusan mereka yang terkadang “melawan arus” pendapat khalayak ramai. Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil seperti sopan-santun, bahasa, dan pakaian, makanan, dan sebagainya tidak dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut hal-hal yang dirasa melawan prinsip-prinsip dasar, mereka dapat bersikap bebas mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.

17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang yang memiliki karakter yang sama, seperti jujur, tulus hati, baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri superfisial seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini mereka tidak merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang kepribadiannya, mereka makin tidak peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan montok, dan sebagainya. Sebaliknya mereka amat menjunjung tinggi soal kecocokan, kebaikan, ketulusan, dan kejujuran.

18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang teraktualisasi diri cenderung membina hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi yang sehat, perkawinan yang terbina memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.

19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau menerima perubahan yang perlu secara tertib. Sementara kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap sangat praktis atau sangat teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap praktis sekaligus teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha mencintai dunia apa adanya, dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada seraya berupaya memperbaikinya.












PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, pada tahun 1950-an, beberapa psikolog aliran ini mendirikan sekolah psikologi yang disebut dengan humanisme.
Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Abraham Maslow yang sangat terkenal dengan teori humanistik.
Maslow pertama-tama menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi. Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian. Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang melakukan eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat.

Daftar Pustaka
Suryabrata, Sumadi.2003.Psikologi Kepribadian.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Sunarto & Hartono, B. Agung. (1995). Perkembangan peserta didik. Jakarta: Rineka Cipta Wahjosumidjo.

Tip of the tongue (TOT)

Menurut Schwartz  (2002) Tip-of-the-Tongue pengalaman adalah salah satu keanehan ilusif dari kognisi manusia. Seperti slip dari lidah, dejavu, dan ilusi visual, TOT mempesona kami dengan kekuatan subyektif mereka, namun, pada saat yang sama, teka-teki kita dengan ketidakmampuan frustasi kami untuk mengambil kata yang diinginkan. Tentang TOT dan berspekulasi tentang banyak sisa teka-teki. Psikolog kognitif tahu banyak tentang proses tetapi umumnya menghindari masalah pengalaman sadar dan fenomenologi. Karena tujuan yang lebih besar adalah untuk berhubungan pengalaman TOT untuk mempelajari fenomenologi manusia, melampaui pertanyaan psikologi kognitif konvensional.
Tip of the tongue (TOT) adalah kesalahan dalam pengucapan kata. Proses dalam tip of the tongue adalah input storage output. Input adalah pemasukkan stimulus yang didapatkan. Storage adalah tempat untuk mengolah stimulus yang didapat. Output adalah hasil yang diperoleh oleh storage. Fenomena ini mempelajari tentang memori semantik (semantic memory). Memori semantik (semantic memory) terdiri dari beberapa informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang seseorang. Memori ini dapat menjadi masalah yang problematic karena adanya kegagalan pada salah satu dari 3 proses memori dasar, yaitu : encoding, storage dan retrieval. Kegagalan dalam encoding dapat terjadi karena informasi tidak sesuai dengan, atau tidak dapat terkodekan sejak awal. Kegagalan pada storage dapat terjadi ketika informasi memori jangka pendek, atau yang sedang berjalan, tidak ditempatkan ke dalam penyimpanan yang lebih permanen seperti memori jangka panjang. Meskipun encoding dan storage telah dapat dilakukan, namun kegagalan dapat saja terjadi apabila muncul kegagalan dalam memanggil kembali memori kembali (retrieval failures).
Dalam mempelajari TOT peneliti tidak dapat mengontrol frekuensi atau informasi yang tiba-tiba didapatkan oleh partisipan utuk kemudian diingat oleh mereka. Salah satu jalan keluar dari masalah ini adalah membuat suatu “informasi baru” utuk dipelajari dan diujikan kepada partisipan. Smith, Brown, dan Balfour (1991) membuat “TOTimals”, makhluk imajinatif dengan bentuk yang jelas, tetapi semaunya dan fiksi, nama, asal-usul dan karakteristik.
Penyebab terjadinya Tip of the tongue (TOT) dari eksperimen terbagi menjadi 3, yaitu :
1)    Retrieval Blocking
Yaitu adanya persamaan pada satu kata.
2)   Incomplete Activation
Yaitu tidak sesuai aktifnya ingatan individu terhadap aitem yang diberikan sehingga individu kesulitan dalam menjawab.
3)   Missing Link
Yaitu penyimpanan informasi yang tidak lengkap sehingga mengakibatkan pengambilan jawaban yang tidak lengkap polanya untuk diingat seterusnya.

Daftar Pustaka
Schwartz, B.L.(2002). Tip of the tongue states. Miami : Taylor & Francis Group.